I.
Pendahuluan
A.
Latar Belakang
Kata
’gender’ sering diartikan sebagai kelompok laki-laki, perempuan, atau perbedaan
jenis kelamin. Namun sebenarnya konsep gender adalah sifat yang melekat pada
kaum laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun
budaya, sehingga lahir beberapa anggapan tentang peran sosial dan budaya
laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa gender dapat
diartikan sebagai konsep sosial yang membedakan peran antara laki-laki dan
perempuan. Perbedaan fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan itu tidak
ditentukan karena antara keduanya terdapat perbedaan biologis atau kodrat, tapi
dibedakan atau dipilah-pilah menurut kedudukan, fungsi dan peranan
masing-masing dalam berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.
Seperti yang
sudah kita ketahui bersama bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang
digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi bagi sesama manusia dalam suatu
kelompok masyarakat pemakainya. Bahasa yang baik merupakan bahasa yang dapat
berkembang berdasarkan sistem, yang merupakan seperangkat aturan yang dipatuhi
oleh pemakainya yang dapat berfungsi sebagai sarana komunikasi. Terdapat
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi bahasa hingga bahasa itu menjadi
bervariasi diantaranya adalah perbedaan jenis kelamin yaitu laki-laki dan
perempuan. Masih terjadi pro dan kontra tentang permasalah tersebut, ada yang
berpandangan bahwa perempuan dan laki-laki berbahasa secara berbeda sedangkan
ada pula yang berpendapat sebaliknya dengan kalimat di atas. Pada makalah ini
penulis akan mengemukakan keterkaitan antara jenis kelamin dengan bahasa.
II. Pembahasan
2.1 Perbedaan Bahasa Laki-laki dan Perempuan
Sejak kecil, kita sudah mempelajari Bahasa melalui pemerolehan bahasa yang kita dapatkan dari lingkungan
keluarga. Melalui lingkungan keluarga kita diajarkan dari mulai bunyi, kata
bahkan kalimat sederhana yang belum sempurna kemudian kita bisa belajar sedikit
demi sedikit. Bahasa yang dituliskan ataupun yang dihafalkan pasti memiliki
makna. Melalui bahasa kita dapat menuangkan ide atau gagasan yang kita
pikirkan. Bahasa merupakan dasar segala kegiatan yang kita lakukan, karena
bahasa dapat dikatakan sebagai penunjang segala aktivitas kita dalam kehidupan
bermasyarakat. Bahasa juga di gunakan
sebagai alat komunikasi, penyampaian informasi serta bertukar pikiaran. Pada
saat kita menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi, kita sudah memiliki
tujuan tertentu yang ingin dicapai dalam sebuah komunikasi tersebut yang telah
disesuaikan dan direncanakan terlebih dahulu, tak jarang komunikasi itu terjadi
begitu saja secara spontan. Yang pasti saat kita melakukan komunikasi kita ingin agar apa yang kita sampaikan dapat
dipahami oleh orang lain.
Dalam pemakaian bahasa hubungan antara bahasa, kosakata dan
jenis kelamin penuturnya dapat ditinjau secara sosiolinguistik karena
menyangkut masalah sosial yaitu masyarakat dan linguistic yaitu bahasa. Gender
adalah salah factok yang mempengaruhi bahasa di dalam suatu masyarakat
dimanapun di seluruh dunia. Gender adalah perbedaan dan fungsi
peran sosial yang dikonstruksikan oleh masyarakat, serta tanggung jawab
laki-laki dan perempuan. Gender berkaitan dengan proses keyakinan bagaimana
seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan tata nilai
yang terstruktur, ketentuan sosial dan budaya ditempat mereka berada.
Sumarsono menyatakan ada beberapa faktor yang berhubungan
dengan perbedaan bahasa antara laki-laki dan perempuan, diantaranya adalah
faktor suara yang artinya bunyi yang dihasilkan karena bergetarnya pita suara
dalam laring (Kridalaksana, Harimurti. 2008:229) dan intonasi yaitu pola perubahan nada yang
dihasilkan pembicaraan pada waktu mengucapkan ujaran atau bagian-bagiannya. Di
dalam masyarakat, ada dua jenis kelamin yang diakui yaitu laki-laki dan
perempuan. Dalam kaitanya dengan penggunaan bahasa, menurut ilmu
sosiolinguistik, dapat dilihat adanya perbedaan ragam tutur yang digunakan oleh
laki-laki dan perempuan. Untuk mempermudahkan pemahaman, selanjutnya laki-laki
akan disingkat menjadi L dan perempuan akan disingat menjadi P. Aspek perbeda
kebahasaan yang tidak selalu ada dalam bahasa yaitu jenis kelamin. (Widagsa,
rudha. 2010)
Sosiolinguuistik menepatkan kedudukan bahasa dalam hubungan
dengan pemakaian bahasa itu dalam masyarakat sehingga memandang bahasa sebagai
system komunikasi. Perbedaan kata didasarkan atas jenis kelamin penutur atau
penyapa.
Wanita dan pria memiliki karakteristik yang berbeda dan
kemampuan berbeda. Perbedaan kemampuan verbal sering disebabkan oleh factor gerak
anggota badan ekspresi wajah, suara dan intonasi. Perbedaaan bahasa bukan
berarti dua bahasa yang sama sekali berbeda dan terpisah,tetapi bahasa mereka
tetap satu, hanya saja dalam pemakaian bahasa lelaki dan perempuan mempunyai
ciri-ciri yang berbeda. Wanita lebih mempertahankan bahasa sedangkan laki-laki
bersifat inovatisi dan pembaharuan.
Kebanyakan dari kita dapat membedakan suara antara laki-laki
dan perempuan walaupun harus dengan mata tertutup, hal ini karena secara umum
bisa dikatakan volume suara pria relatif lebih besar daripada wanita. Bahkan
dalam dunia seni suara sudah dikenal golongan yang membedakan antara suara
laki-laki dan perempuan. Pada perempuan misalnya ada suara alto dan sopra,
sedangkan pada laki-laki ada suara tenor dan bas. Ini semua terjadi karena berhubungan dengan organ-organ tubuh
penghasil suara yang sedikit banyak berbeda pada pria dan wanita, sayangnya
dalam makalah ini penulis tidak membahas secara terperinci mengenai organ-organ
tubuh penghasil suara tersebut.
Selain hal diatas kita juga menyadari bahwa suara perempuan
lebih lembut dibandingkan dengan suara laki-laki, hal ini berkaitan dengan
nilai sosial atau tata krama dan sopan santun yang terdapat pada orang
tersebut. Ini terbukti pada beberapa masyarakat, misalnya orang jawa, perempuan
yang berbicara dengan suara “keras” dianggap kurang sopan. Sebaliknya,
laki-laki yang berbicara dengan suara lembut dan lamban akan dianggap “seperti
perempuan”
Berhubungan dengan intonasi, misalnya intonasi “memanjag” pada bagian akhir kalimat lebih
banyak pada perempuan. Dalam bahasa Indonesia kita kenal dengan istilah “suara
manja” yang khas pada perempuan dan hanya bisa dilakukan oleh perempuan,
sedangkan gaya bahasa seperti ini sangat jarang terjadi pada laki-laki
2.2 Makna Sosial Suara Laki-laki dan Perempuan
Kualitas suara
laki-laki dibedakan dengan suara perempuan. Menurut Graddol dan Swann dalam
Santoso (2011) yaitu dengan tiga cara popular yang dapat memperjelas fenomena
tersebut, yaitu:
1.
Penjelasan Sosiobiologis
Melalui ilmu
etologi, yaitu salah satu cabang ilmu zoologi yang mempelajari dan menelaah
tingkah laku hewan. Para ahli etimologi menemukan bahwa pada banyak spesies,
binatang jantan mempunyai vokalisasi suara yang lebih keras dan lebih dalam dibandingkan
betina. Perbedaan semacam itu merupakan akibat dari cara mengasuh yang selektif
yang secara umum berangkat dari tekanan evolusi ganda berupa “Seleksi jenis
kelamin” dan “perjuangan hidup”. Pada manusia , suara laki-laki juga dianggap
memiliki peran yang sama. Karakter yang paling khas laki-laki dari apa yang
disebut sebagai “hukum pertarungan”. Laki-laki bertarung karena factor
perempuan serta memperebutkan perempuan itu. Akibatnya lelaki menjadi lebih
tinggi, lebih berbobot, lebih kuat, lebih banyak tumbuh rambutnya, suara
memiliki nada yang berbeda dan lebih bertenaga dibandingkan perempuan.
Vokalisasi suara laki-laki dirancang agar terkesan agresif dan mengancam dalam
medan persaingan.
2.
Penjelasan
Sosiopsikolinguistik
Penjelasan
sosiobiologis di atas dianggap memiliki kebenaran yang parsial, bukan
universal. Artinya . penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa suara tinggi
tidak selalu identik dengan agresif, sebaliknya suara tinggi dapat menunjukkan
ketidakompetenan, ketidakbenaran, dan kekurangampuhan. Untuk itu lebih tepat
menempatkan konsep “maskulin” dan “feminine” untuk kualitas suara. Pandangan
ini memasukkan konsep gender yang merupakan atribut psikologis yang membentuk
sebuah kontinum atau rangkain dari sangat maskulin sampai sangat feminine.
Seorang laki-laki mungkin memiliki sejumlah karakteristik feminine tertentu
sama seperti perempuan yang mempunyai sifat maskulin. Cara berfikir seperti ini
dianggap lebih canggih. Hanya saja kelemahannya adalah banyak orang berasumsi
bahwa semua orang yang tinggi maskulinitasnya pastilah rendah feminitasnya.
Penelitian baru menunjukkan bahwa seseorang bisa bersifat “agresif” (dinilai
sebagai sifat maskulin” sekaligus “kasih saying” (dianggap lebih diinginkan
secara sosial pada diri perempuan). Dengan demikian, kesan gender yang agak
kompleks diproyeksikan melalui suara dan ditafsirkan oleh pendengar. Dimensi
maskulinitas dan feminitas didasarkan pada cirri-ciri yang secara sosial
bersifat stereotype “agresif” dan “dominasi” sebagai lawan sifat “penuh kasih
saying” dan “subsimif”
3.
Penjelasan
Sosiopolitis
Para feminis
sering menyatakan bahwa ujud sifat alami yang melingkupi sedemikian banyak
aspek gender memiliki implikasi-implikasi politis yang penting. Kebijakan atas
dasar politis itu sering tidak terelakkan dan sulit untuk dipahami. Tidak ada
alasan intrinsic mengapa suara perempuan terdengar kurang memiliki otoritas.
Kualitas suara yang berbeda tidak sepenuhnya bersifat konvensional atau
sewenang-wenang (arbitrary). Hanya yang perlu disadari bahwa adanya stereotipe
suara perempuan dianggap feminin dan laki-laki dianggap maskulin akan sangat
merugikan perempuan. Kerugian itu akan semakin melebar ke arah kehidupan yang
lebih luas, seperti dikotomi domestic dan publik dalam melihat peran perempuan.
Makhluk perempuan hanya cocok untuk peran domestic dan tidak cocok untuk
peran-peran publik seperti politisi dan pengacara karena kualitas suaranya yang
rendah dan subsimif. Mengapa? Dalam peran domestik suara perempuan sudah sesuai
dengan peran itu, yakni lembut dan rendah sebagai ciri sifat feminitasnya.
2.3 Penjelasan Mengenai Tuturan Laki-laki dan Perempuan.
Beberapa
penjelasan dapat dikemukakan tentang apa saja yang memotovasi laki-laki dan
perempuan untuk menerapkan cara-cara tutur yang berbeda. Dalam beberapa hal
perbedaan jenis kelamin dalam menggunakan ragam-ragam bahasa sepadan dengan
perbedaan kualitas suara. Signifikansi sosial tampak dalam saling
berpengaruhnya antara asosiasi indeksial dan simbolis dari suara-suara yang
berbeda dan ragam-ragam bahasa yang berlainan, meskipun kualitas suara secara
khusus terkait dengan gagasan biologis, gender dan seksualitas, penelitian
ragam-ragam bahasa mengantarkan unsure-unsur asosiasi kelas yang kuat dan
kondisi ekonomi maupun sosial yang ada kaitannya dengan pembagian gender.
Pembahasan identifikasi gender ini memperlihatkan bahwa hal ini merupakan
sebuah aktivitas yang kompleks, di mana ciri-ciri yang berbeda memiliki
asosiasi yang berbeda-beda pula, dan bahwa sejumlah asosiasi mungkin bersifat
khusus pada komunitas tertentu.
Secara umum
laki-laki lebih cenderung menggunakan gaya bahasa tutur kooperatif. Gaya bahasa
tutur kooperatif artinya gaya bahasa laki-laki itu bersifat menyatu atau dapat
bekerja sama dengan sesama penuturnya. Sedangkan bahasa perempuan cenderung
lebih menggunakan gaya bahasa kompetitif.
Gaya bahasa kompetitif artinya gaya bahasa yang digunakan perempuan
memiliki persaingan atau keinginan untuk lebih dari sesama penuturnya. Selain
kedua hal di atas bahasa perempuan juga memiliki ciri khas yang khusus
dibandingkan dengan bahasa laki-laki. Perempuan memiliki cara atau tindak tutur
yang lebih mencerminkan atau menonjolkan dirinya pada lawan bicaranya dan lebih
ingin terlihat berbeda dari perempuan lainnya. Bahasa perempuan disadari atau
tidak biasanya merupakan cerminan dari diri mereka yang ingin mendominasi di
kalanganya. Dengan demikian, penjelasan karakteristik bahasa perempuan adalah
untuk sebuah tuntutan untuk mengenal perempuan secara lebih baik. Seperti yang dikemukakan oleh Eckert &
McConnell-Ginet, (2003:1) menyatakan bahwa bahasa perempuan dibedakan dengan
bahasa laki-laki (man’s language). Bahasa
perempuan diasumsikan memiliki sejumlah karakteristik atau ciri khusus yang
membedakannya dengan bahasa laki-laki. Menurut Lakof (Santoso 2009:14)
perempuan mempunyai cara berbicara (way
of speaking) yang berbeda dari laki-laki, yakni sebuah cara berbicara yang
merefleksikan dan menghasilkan posisi subordinat dalam masyarakat.
Perbedaan bahasa
laki-laki dan perempuan berawal dari paradigma dan pandangan masyarakat itu
sendiri, dalam masyarakat mereka cenderung menerima saja apa yang telah menjadi
budaya walaupun itu semua muncul dari sebuah mitos, seperti yang dikemukakan
oleh Noerhadi, bahwa kita memang berfikir dalam apa yang dipandang sebagai citra
baku. Karena itu, mitos bahwa wanita merupakan makhluk yang harus disayangi,
dilindungi dan disanjung, bisa bertahan bukan saja karena cara pandang pria,
namun juga karena kaum wanita sendiri sikapnya ikut membenarkan,
menggarisbawahi dan menerima saja anggapan itu. Kalau masyarakat menilai bahwa
wanita tidak sepintar pria, mereka cenderung menerima karena mareka menerima
otoritas masyarakat, hal itu tercermin dalam penggunaan bahasa (Santoso, Anang
2009:28) dengan pendapat seperti itu tampak bahwa bahasa perempuan kurang
mendominasi dan lebih sering diabaikan dalam masyarakat, walaupun dalam
kenyataan pasti banyak suara-suara perempuan yang didengarkan dan dianggap
penting tetapi tetap saja akan mendapat kritikan dari masyarakat sendiri.
Dengan keadaan seperti ini membuat perempuan menjadi terkekang kemampuannya dan
kreativitasnya dalam berbahasa. Pernyataan ini sependapat dengan pandangan
Tannen yang mengatakan bahwa, laki-laki mendominasi perempuan dalam kelas dan
inidividu laki-laki sering mendominasi individu perempuan dalam interaksi
(Santoso, Anang 2009:29)
III. Penutup
3.1
Simpulan
·
Berdasarkan
penjabaran makalah di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa perbedaan antar
bahasa laki-laki dan bahasa perempuan terletak dari berbagai factor
diantaranya, pandangan masyarakat yang sudah terlanjur dipercayai sehingga
aplikasinya dalam kehidupan masyarakat menjadi realita nyata, factor intonasi
dan suara dan faktor gaya bahasa yang menjadi cirri khas laki-laki atau
perempuan.
·
Berdasarkan
penjabaran makalah di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa menurut Graddol dan
Swann dalam Santoso (2011) yaitu dengan tiga cara popular yang dapat
memperjelas perbedaan kualitas suara laki-laki dan perempuan berdasarkan makna
sosialnya, yaitu:
1)
Penjelasan
Sosiobiologis
2)
Penjelasan
Sosiopsikologi
3)
Penjelasan
Sosiopolitis
·
Berdasarkan
penjabaran makalah di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa perbedaan tuturan
antara laki-laki dan perempuan berasal dari signifikansi sosial tampak dalam
saling berpengaruhnya antara asosiasi indeksial dan simbolis dari suara-suara
yang berbeda dan ragam-ragam bahasa yang berlainan, meskipun kualitas suara
secara khusus terkait dengan gagasan biologis, gender dan seksualitas
Daftar Rujukan
Chaer,
Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik
Perkenalan Awal. Jakarta; Rineka Cipta
Chaer,
Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta;
Rineka Cipta
Herdiana, Ike.
2012.Konsep Gender dan Jenis Kelamin. (http://ikeherdiana-fpsi.web.unair.ac.id/artikel_detail-63794-Psikologi%20Perempuan-Konsep%20Gender%20dan%20Jenis%20Kelamin.html)
Diakses pada Minggu, 20 April 2015. pukul 09.00 Wita
Kridalaksana,
Harimurti. 2008. Kamus Linguistik (edisi
keempat). Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
Kompasiana
bahasa. 2013. Bahasa dan Gender. (http://bahasa.kompasiana.com/2013/07/09/bahasa-dan-gender-575354.html)
Diakses
pada Minggu, 20 April 2015. pukul 09.00 Wita
Kusumaningtyas,
Adityarini. 2013. Bahasa dan Jenis
Kelamin: Gerak Anggota Badan dan Ekspresi Wajah. (http://belajarilmubahasa.blogspot.com/2013/02/bahasa-dan-jenis-kelamin-gerak-anggota.html/m=1)
Prayogi, Icuk.
2011. Sekilas Perbedaan Pemakaian “Bahasa
Pria” dan “Bahasa Wanita”. (http://kompasiana.com/post/read/422804/3/sekilas-perbedaan-pemakaian-bahasa-pria-dan-bahasa-wanita.html)
diakses pada Sabtu, 9 Mei 2015. Pukul 21.07 Wita
Santoso,
Anang. 2011. Bahasa Perempuan. Jakarta:
Bumi Aksara
Sumarsono
dan Paina Partana. 2007. Sosiolinguistik.
(Cetakan ketiga). SABDA: Yogyakarta
Widagsa,
rudha. 2010. hubungan-bahasa-dengan-umur-jenis. (http://rudhawidagsa.blogspot.com/2010/09/hubungan-bahasa-dengan-umur-jenis.html) Diakses pada Minggu, 20 April
2015. pukul 09.00 Wita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar